“Christmas in November”

Tahun ini, Natal di sekolah untuk kami para guru dan staf, dilakukan di bulan November. Karena di awal Desember nanti, di minggu pertama merupakan akhir dari rangkaian semester 1 yang paling panjang dalam sejarah sekolah ini 😀

Karena kami memulai semester 1 tahun ajaran 2020-2021 di bulan Juni. Jadi, wajarlah anak-anak mendapatkan liburan lebih awal juga. Yeaayy, siswa bersorak, guru bergembira 😀

Bagaimana kita merayakan Natal kemaren? Sederhana, pujian, doa, refleksi. Dengan memakai masker, tentu saja, dan ruangan yang hanya diisi 20% kapasitas karena sisanya adalah online. Semakin sangat terbiasa dengan semua kegiatan selalu berakhir dengan online….horrayy. Kok online? Iya, karena merayakan bersama dengan 4 cabang sekolah dalam satu yayasan yang sama.

Dalam merenungi makna Natal, saya merasakan kegusaran sesama saudara yang kesulitan merayakannya. Yang gerejanya ditutup, pembangunannya dihambat, mendapat tekanan mungkin dengan himbauan sebagian orang yang mempercayai mengucapkan selamat Natal adalah haram, beberapa kali penjagaan demikian ketat karena ancaman bom (bahkan terjadi beberapa). Semoga di tahun ini, di tengah situasi yang mungkin lebih sulit dengan pandemi, dan “keributan politik” akhir-akhir ini, saudara sekalian tetap bisa merayakan Natal dengan aman, tenteram, suka cita bersama seluruh keluarga dan kerabat sekalian.

Setiap melampaui satu Natal, selain bertambahnya usia, juga mensyukuri telah melewati sekian puluh tahun kehidupan. Susah, senang, sedih, bahagia, entah berputar sudah berapa kali. Semakin merasakan, hidup kita ini demikian rapuh, dan fana. Apa lah artinya ambisi, keinginan, motivasi, yang terlalu dipaksakan, tidak ada artinya sama sekali dengan kesadaran bahwa kita telah diberi hidup, dihapuskan dosa-dosa, itulah segalanya. Cuma sebagai manusia, sering disebut di bibir, kadang dilupakan jika menemui masalah. Ah, betapa bodohnya kita manusia.

Natal membawa damai. Setidaknya bagi saya, damai pada diri sendiri. Di samping alasan rohani, tentu saja ada alasan duniawi, damai bahwa hari-hari menjelang akhir tahun, jadi banyak libur, damai karena udara yang lebih adem 😉 , damai karena mendapat THR (nah, ini sudah duluan di bulan Juli 😀 ).

Jadi, dengan Natal membawa damai, merayakannya tidak perlu selalu di bulan Desember kan, bisa November, bahkan bulan-bulan lain, agar semua mahluk senantiasa diberikan rasa kedamaian. Amin.

 

 

 

Pembelajaran Hibrida

Artikel Pilihan di Kompasiana

Hibrida atau hibrid dalam bahasa Indonesia berarti memadukan dua hal menjadi satu sehingga menghasilkan hasil baru yang diharapkan lebih baik dari sebelumnya.

Beberapa definisi dari “Hybrid Learning”, salah satunya dari Owl Labs, Hybrid learning is an educational model where some students attend class in-person, while others join the class virtually from home. Educators teach remote and in-person students at the same time using tools like video conferencing hardware and software. In hybrid learning models, asynchronous teaching methods can be used to supplement synchronous, face-to-face instruction.

Pembelajaran hibrida adalah model pembelajaran yang memadukan metode langsung / tatap muka / luring dengan daring (siswa di rumah) dalam waktu yang bersamaan.

“Hybrid Learning” berbeda dengan “Blended Learning”. Dalam blended learning, menggabungkan pengajaran secara langsung (tatap muka) dengan metode pembelajaran asinkron, di mana siswa mengerjakan latihan online dan menonton video instruksional selama waktu mereka sendiri. Nah, yang blended ini, rasanya lebih dikenal karena bagi beberapa guru sudah terbiasa memberikan metode asinkron di kelas online maupun mempersiapkan video pelajaran untuk siswanya.

Kata kunci di sini adalah “dalam waktu yang bersamaan”. Bagaimana membayangkan mengajar di kelas secara langsung yang siswanya sedang menatap kita, sekaligus kepada siswa lain di rumah mereka masing-masing.

Oh mungkin begini, videokan saja semua. Video satu arah. Ya, silahkan, videokan dari kamera HP atau kamera-kamera lain yang diletakkan di belakang kelas atau bahkan bisa “mobile”, lalu guru bicara depan kelas yang ada siswa, mengajar dengan tulis-tulis di papan atau memberi slide presentasi, berharap yang streaming di rumah bisa melihat penjelasan tulisan / slide di papan / layar dan mendengar suara gurunya melalui video dengan jernih (mundur ke belakang, glorifikasi “teacher centered” lagi deh 😀 ). Eh tapi, siapa tahu guru mendapat fasilitas satu orang asisten yang menjadi operator pembuat videonya. 😉 #ngarepdotcom

Oh, bagaimana kalau ini, video bukan satu arah tetapi tetap dengan video konferensi, dan diletakkan di dekat guru berdiri di depan papan tulis / layar presentasi, sehingga siswa yang di rumah dapat terlibat interaktif langsung dengan gurunya yang sedang mengajar. Kualitas suara dan gambar bisa-bisa masih sama sih, belum terlalu jelas. Kecuali…..setiap guru mendapatkan jatah SWIVL, Video & Audio Recording, Motion-Detecting, Robot Partner. #mimpi

Ah atau begini, di sekolah synchronous, di rumah asynchronous. Di sekolah dengan guru, di rumah belajar mandiri (dikasih tugas / PR / project / lembar kerja / apapun deh). Kan nanti tukeran. Ya, silahkan sepanjang tidak melupakan bahwa waktu melakukan tukar menukar ini, ada waktu yang terbuang, jadi tolong tidak menjadikan alasan mengajar kilat demi materi yang “nampak” diselesaikan.

Jadi bagaimana?

Pada dasarnya pendidikan harus tetap diupayakan, bukan? Sepakatkah sampai bagian ini? Mencari metode yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi sekolah, guru dan siswa, tetap yang terbaik.

Dan apakah tren sekolah hibrid ini sudah pasti yang terbaik dilakukan karena mengingat berbagai tempat dan aktifitas lain sudah makin mendekati normal? Bagian ini harus benar-benar hati-hati. Bagi saya pribadi, dengan masih adanya kasus dan belum resmi diberikannya vaksin, maka tetap harus waspada. Sekolah jarak jauh 100% yang sudah saya lakoni dari bulan Maret 2020 masih merupakan metode terbaik untuk keselamatan siswa saya, bukan hibrid.

Jika tetap harus hibrid?

Pola pikir kita sebaiknya menempatkan metode hibrid ini adalah sebagai hal baru (setidaknya bagi saya, karena belum pernah punya pengalaman ini). Pasti perlu banyak penyesuaian. Jadi mari belajar, baik orang tua, guru, siswa maupun sekolah. Mari kita bersiap dengan belajar kembali menerapkan hibrid yang benar sesuai hakikatnya. Bukan hanya yang penting datang ke sekolah, dan klaim telah mengikuti protokol kesehatan saja. Tapi lebih  jauh lagi, apakah dengan datang ke sekolah siswa benar dapat belajar lebih baik daripada di rumah sementara fasilitas pembelajaran jarak jauh selama ini misalnya sudah berjalan baik? Jangan terjebak “harus hibrid” yang mementingkan kesiapan alat saja, di mana akhirnya penyampaian pelajaran kembali mundur jauh ke belakang, semacam hanya merekam satu arah kejadian di kelas (bersama sejumlah siswa yang giliran datang ke sekolah) tanpa inovatif dan interaktif metode mengajar yang lain lagi. Terlalu fokus pada guru (teacher centered) dan menjadi “lecture style” melulu. Pembuat kebijakan sekolah sebaiknya hati-hati dengan hal ini.

Saya pribadi belum mempunyai jawaban pasti, namun pertanyaan inipun pasti kembali kepada diri sendiri. Saya merasa siswa yang akan kembali datang ke sekolah ditujukan untuk lebih membuka peluang interaksi sosialnya, untuk berkomunikasi tatap muka langsung, untuk berolah raga di bawah sinar matahari, untuk mengekspresikan diri di hal-hal pelajaran bahasa, drama, kesenian, atau untuk praktek sebuah teori seperti memasak atau kerja di laboratorium. Sementara untuk pelajaran lain yang sudah jalan dengan baik secara online selama ini, akan tetap online walau siswanya hadir di kelas bersama kita, sehingga siswa yang sedang belajar di rumah tetap melangkah bersama dan tidak merasa ketinggalan dibanding temannya yang sedang di sekolah.

Berarti, kembali lagi, bukan generalisasi keadaan semua harus hibrid, namun betul-betul sesuai kondisi terbaik di komunitas sekolahnya.

 

Ketika Kata Lonte Dijadikan Konten

Menurut KBBI daring, arti kata lonte adalah perempuan jalang; wanita tunasusila; pelacur; sundal; jobong; cabo; munci. 

Kata-kata yang saya sendiri saja tidak tahu semuanya selama ini. Lalu menjadi tertarik mengetikannya di kolom KBBI daring karena beberapa hari terakhir, kata “lonte” menjadi terlalu “populer” (populer bukan untuk kebaikan, ini yang bikin malas sebenarnya).

Memang kita tidak bisa menutup mata lalu menyembunyikan kata tersebut dari pertanyaan seorang anak kecil misalnya, yang ingin tahu dan penasaran karena mendadak ramai diperbincangkan di media sosial. Kata itu adalah resmi untuk bahasa Indonesia, makanya ada di kamus besar.

Tidak perlu tabu, tidak ada yang salah dengan kata tersebut. Yang menjadi salah di sini adalah jika seorang wanita melakukan pekerjaan tersebut. Salahpun adalah tanggung jawab dia kepada “Yang Di Atas” , bukan kepada kita, apalagi kepada saya.

Yang menjadi (((((((tidak tahu musti komentar apa lagi))))))) adalah ketika kata tersebut diucapkan berkali-kali dalam konten ceramah memperingati perayaan keagamaan. 

Menjadi gulungan kasus panjang yang musti diurai satu persatu. Mulai dari mana? Tidak tahu. Yang saya rasakan, ada kelompok yang segitu menganggap memang rakyat di negara ini adalah bodoh semua dan mampu digiring melakoni politik identitas agama. 

Jika benar ingin merayakan hari besar suatu agama, kita sebagai manusia berakal budi dan memiliki nalar, tentu tidak akan habis berpikir, mengapa kata lonte meluncur deras dari mulut seseorang yang sedang tampil di podium membicarakan keagamaan. Setiap kata lonte yang terlontar dalam konten ucapannya, “gerrrr” gemuruh kegirangan dari pasukan pendengarnya dan diamini pula. Semakin “absurd” adalah diakhiri doa yang menyumpahi Ibu Mega dan Pak Jokowi berumur pendek. 

Jadi kata lonte ini dipakai untuk mendeskripsikan Nikita Mirzani. Saya tidak akan berkomentar tentang benar atau salah, sekali lagi kembali kepada apakah kita berakal budi dan bernalar, silahkan nilai sendiri.

Tidak pernah memfavoritkan Nikita sebagai pesohor negeri ini, namun beberapa gebrakan dia cukup bisa membuat saya berkata “kamu hebat, kamu keren”.

Akhirnya dua hari ini, menjadi ajang bernostalgia saja dengan Nikita dari Elton John

Salam Nostalgia <3

Audio Player
snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake