5 Tips Untuk Meningkatkan Keterlibatan Siswa Saat Belajar Daring

Artikel Utama Kompasiana

Manusia boleh berencana, tapi Tuhan yang menentukan. Nampaknya kalimat tersebut sangat cocok dalam situasi masa pandemi ini. Rencana sudah dimatangkan, peraturan sudah ditetapkan, sekolah tatap muka terbatas sudah diwajibkan untuk mulai kembali di bulan Juli 2021. Namun kenyataannya, di sinilah kita sekarang, masih dalam fase belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Saya ingin sedikit mengomentari soal sekolah tatap muka yang diwajibkan. Mengapa diwajibkan? Karena terjadi “learning loss”, siswa tidak mendapatkan haknya menerima pelajaran, terkendala oleh tidak adanya alat bantu menyelenggarakan pembelajaran secara daring. Kalaupun ada alatnya, terhalang oleh jaringan yang tidak memadai, tidak menjangkau ke daerah-daerah terpencil.

Benarkah? Iya. Nampak jelas bahwa kondisi tersebut memang terjadi. Menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai bagi pemerintah untuk mengatasinya. Dengan kenyataan bahwa Negara kepulauan Indonesia yang seluas ini, tentu saja kita tidak bisa menyamaratakan kondisi semua daerah. Bahkan di daerah Jawa Barat, sekitar Sukabumi, namun lebih terpencil, masih banyak anak-anak yang tidak dapat bersekolah, bahkan di saat kondisi normal. Salah satu cerita bantuan untuk pendidikan di sana adalah lewat Cinta Laura (artis), yang menyediakan fasilitas belajar tadi. Maka kita tidak bisa berasumsi memakai cara daring di sana akan sama seperti di Jakarta atau kota-kota besar lainnya.

Perbedaan lokasi sekolah, fasilitas sekolah, lingkungan siswa dan guru, juga sangat mempengaruhi keadaan. Siswa yang bersekolah di tempat dengan fasilitas memadai dan tinggal di lingkungan rumah yang sangat memadai untuk bersekolah dari rumah, tentu akan berbeda sama sekali dengan siswa dari latar belakang sebaliknya.

Sepertinya pernyataan Mendikbud mengenai “wajib dengan syarat” kembali tatap muka itu diterjemahkan oleh pemda, dinas dan bahkan sekolah sendiri sebagai “wajib mutlak” demi tidak ada lagi “learning loss” tadi. Dengan menganggap semua gurunya siap untuk pembelajaran hibrid atau malah semua dianggap tidak mampu menyelenggarakan daring maka wajib tatap muka. Padahal saya yakin (menuju seyakin-yakinnya ๐Ÿ˜€ ) bahwa sebenarnya banyak keadaan belajar dari rumah di kota-kota sampai kabupaten yang sangat baik dan berjalan dengan lancar. Siswa tentu saja ada yang menyenangi program BDR. Gurupun mungkin mulai menikmati perannya dalam mengajar daring karena eksplorasinya terasa beda, baru dan menantang.ย 

Dan, singkat cerita, bagi kita yang berdomisili di pulau Jawa (setidaknya), di masa PPKM tahap 4 ini, sekolah kita masih daring ๐Ÿ˜€

Memasuki satu bulan dimulainya tahun ajaran 2021-2022 secara daring ini, saya ingin berbagi beberapa tips untuk rekan-rekan guru di Indonesia tentang meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar daring. Tentu saja pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan situasi guru dan siswa, namun semoga idenya yang mungkin dapat diadaptasi dan berguna.

Menyapa Siswa Pada Sesi Asinkron.

“Wah tidak ada pertemuan dengan bantuan alat meeting, nanti siswa akan abai dan tidak belajar”. Ini pola pikir yang masih menganggap bahwa belajar daring adalah hanya memindahkan ruang kelas ke depan kamera. Bagaimana jika walaupun sesi ini, siswa sadar untuk melakukan tugas-tugas yang diberikan secara mandiri karena mereka tahu gurunya tetap mendampingi.ย ย 

Peter Diederich berbagi di akun twitternya, “If you build an asynchronous classroom now, no matter what happens this fall, you’ll be ready. You can teach an asynchronous class synchronously, you can’t do it in reverse.

Kira-kira artinya jika anda membangun kelas asinkron sekarang, apapun yang terjadi, anda akan siap. Anda dapat mengajar kelas asinkron secara sinkron tetapi tidak sebaliknya.

Begitulah, siapkan momen asinkron dengan siswa secara terarah, jika saatnya nanti sinkron maka akan mudah mengatasinya.

Jika menggunakan e-learning / LMS, bisa dimulai dengan membuka forum dan ajak siswa datang ke forum pada saat sesi asinkron. Bebaskan siswa menyapa teman atau kita sebagai gurunya di awal kelas. Pastikan merespon siswa agar mereka sadar walau tanpa bertemu di depan kamera, kita tetap mendampingi.ย  Seperti contoh berikut:

Memberikan Tugas Berbeda.

Tugas berbeda di sini maksudnya, jika biasa kita menugaskan satu atau dua jenis tugas, cobalah mencari tugas jenis ketiga, keempat, kelima dan seterusnya yang lain. Tujuannya agar siswa berhasil mengatasi rasa jenuhnya (setelah 1,5 tahun pjj ๐Ÿ˜€ ) dan mencoba hal lain yang memancing dirinya belajar dengan cara baru.

Salah satu cara yang ingin saya bagikan di sini adalah bukan meminta siswa mengerjakan soal lalu dikumpulkan melainkan meminta siswa mencoba sendiri dulu, cek sendiri melalui video pembelajaran, diulang-ulang sendiri sampai mengerti, dan diakhiri dengan menuliskan di kolom forum bersama, untuk saling berkomentar sesama siswa atau mendapat respon dari saya sebagai gurunya jika ada pertanyaan. Seperti contoh berikut ini:

Memberikan Kesempatan Siswa Berinteraksi Bersamaan di Saat Penyampaian Materi.

Di kelas tatap muka, siswa angkat tangan untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, guru memanggil siswa maju ke depan kelas menulis di papan, dan lain sebagainya. 

Di kelas maya saat PJJ / BDR secara sinkron, bisa melalui vitur “angkat tangan”, menyalakan mic lalu berbicara. Namun karena sinkron bukan melulu dengan satu alat konperensi meeting, guru bisa mencoba cara lain melalui papan tulis bersama, alat presentasi semacam peardeck, nearpod, desmos classroom dan lain-lain. Siswa berinteraksi secara “real time” dengan guru. Menjawab atau merespon dengan bantuan alat tadi.

Siswa menjawab dengan cara memilih pernyataan yang benar. Memilih dengan menggeser ikon tertentu.

Di Desmos ini perhatian siswa bisa difokuskan pada slide tertentu dan guru bisa melihat respon siswa sekaligus (misal pada saat mereka diminta gambar grafik).

Memberikan Umpan Balik.

Malas memberikan umpan balik, siswa juga tidak baca. Sering mendengar hal seperti ini? Iya, bahkan kadang jika waktu mendesak dan begitu banyak pekerjaan, ya sayapun kadang begini. Tetapi, di masa PJJ / BDR, hal ini bisa dimasukkan sebagai suatu kewajiban kita.ย 

Jangan lupa mencantumkan feedback di pekerjaan siswa, baik saat sinkron maupun asinkron. Jika mempunyai LMS, gunakan chat individu di kolom tempat mereka mengumpulkan tugas. Mungkin bisa juga lewat email ke siswa tertentu.ย  Jika menggunakan presentasi semacam Peardeck, Nearpod, Desmos Classroom, dan alat lain yang sejenis, dapat langsung memberikan feedback pada saat interaksi kepada siswa.

Memberikan Kelonggaran Waktu Sesuai Keadaan Dan Kecepatan Kerja Per Siswa.

Bagi kita para guru, terkadang ingin menerapkan segala sesuatu dengan tertib. Masuk kelas tepat waktu (dalam hal ini masuk ruang pertemuan daring dan menyalakan kamera), mengumpulkan tugas tepat waktu, jika terlewat dari waktu yang ditetapkan maka pengurangan poin / nilai, bahkan nilai nol untuk beberapa kasus. Mungkin tidak sepenuhnya salah untuk diterapkan, tergantung siswanya dan keadaannya. Alasan kedisiplinan seringkali menjadi acuan hal ini.ย 

Silahkan jika kondisinya memungkinkan. Namun untuk saat ini, cobalah memberikan kelonggaran waktu, misalnya untuk pengumpulan tugas. Saya memilih menunggu mereka terlibat dalam membuat tugas dan mengumpulkan agar dapat saya berikan umpan balik, daripada mereka merasa sudah habis waktunya lalu menjadi cuek saja karena merasa tidak perlu lagi (terkonsep pada belajar adalah kumpul tugas. Tidak bisa kumpul tugas artinya tidak perlu lagi mengerjakan).

Karena tiap siswa berbeda kecepatannya dalam menyerap pelajaran maupun dalam mengerjakan tugas. Berikan kesempatan mereka bekerja sesuai “pace” masing-masing. Karena semua pekerjaan atau tugas dilakukan dari rumah, sudah pasti kebiasaan di tiap rumah juga akan berbeda, dan itu sebagai salah satu faktor yang menentukan “pace” siswa belajar.

Semoga 5 tips di atas bisa berguna untuk pembelajaran daring bagi rekan-rekan guru di manapun berada. Dan tentu saja, semoga pandemi ini cepat berlalu. Dan masa depan sekolah nanti berjalan sesuai kesepakatan yang terlibat, ingin BDR lagi atau tatap muka, apapun itu, Bapak/Ibu guru semua siap. Semangat!

Menyoal Sekolah di Bulan Januari

Artikel Pilihan di Kompasiana

Satu hal yang saya tunggu-tunggu dari Pengumuman Keputusan Bersama 4 Mentri dan 1 Kepala BNPB hari Jumat lalu adalah yang disampaikan oleh pak Nadiem selaku Mendikbud. Sudah menduga sebelumnya, namun ya tetap ditunggu.

Singkat cerita (sebagai praktisi pendidikan sih kita semua sudah tahu kan), pak Nadiem menyampaikan bahwa sekolah-sekolah boleh dibuka kembali di semester 2 bulan Januari mendatang. Bukan lagi berdasarkan SKB 4 Mentri terdahulu yang berdasarkan zona, namun sudah dilimpahkan kepada Pemda / Dinas / Kemenag, untuk mengevaluasi situasi kesanggupan daerahnya masing-masing. Dengan urutan perijinan yang ditegaskan kembali di akhir pengumuman yaitu dari Pemda, Sekolah yang bersangkutan, dan diakhiri komite sekolah / orang tua. Baru dilanjutkan dengan daftar periksa untuk mengikuti protokol kesehatan.

Satu sisi, bagi saya, ini bagus, karena memang beragam sekali daerah di Indonesia. bahkan satu kotamadya / kabupaten saja, daerah-daerah yang lebih kecilnya memiliki masalah yang berbeda. Jadi jika semua selalu hanya dari pusat, maka akan makin banyak orang yang merasa Kemendikbud tidak sanggup mengatasi persoalan pendidikan hehe.

Juga berdasarkan Permendikbud 47 / 2016, bahwa Pemda Provinsi yang mengatur penerbitan izin pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat, maka sangat masuk akal, urusan berkaitan dengan kembali masuk sekolah di masa pandemi ini juga Pemda Provinsi harus terlibat.

Pak Nadiem memulai dengan sebuah quote bahwa “Semakin lama pembelajaran tatap muka tidak terjadi, semakin besar dampak negatif yang terjadi pada anak“. Dari kalimat di atas, bagi saya, tetap saja ini bukan generalisasi. Di beberapa tempat yang memang tidak memiliki akses pembelajaran jarak jauh (pjj) yang memadai, kalimat tersebut sangat relevan. Namun di daerah yang bagus sarana prasarana dan didukung oleh komunitas sekolah yang sanggup melakukan pjj, maka pjj menjadi alternatif terbaik dan bahkan bisa menghasilkan hasil yang lebih baik (tentu saja belum ada riset mengenai hal ini atau sudah? Saya tidak tahu).ย 

Memang dampak yang dijelaskan pak Nadiem dari berbagai faktor, dan iya, itu benar bisa terjadi, untuk di daerah-daerah tertentu yang saya sebut sebagai tidak dapat ber-pjj dengan baik.

Nah, ada satu hal yang berbeda dengan pendapat saya bahwa jika masuk sekolah dengan model hibrid, maka anak – anak datang untuk bersosialisasi semacam melakukan aktifitas luar ruangan (berolah raga), aktifitas seni, bahasa dan beberapa lain seperti dalam artikel Pembelajaran Hibrida. Namun, pak Nadiem menegaskan bahwa anak-anak yang datang ke sekolah, tentu saja setelah melewati tahap penyaringan tadi, hanya untuk datang-belajar-pulang.ย 

Tanpa berkumpul, tanpa olah raga, tanpa kantin, bisakah anak-anak melewati tantangan sedemikian jauh dari dunianya mereka?

Akan menjadi bagian yang sulit juga untuk anak-anak memutuskan kembali ke sekolah hanya untuk datang-belajar-pulang, sebab berkaca pada diri sendiri seumpama masih anak-anak dan siswa mungkin saya lebih senang belajar di rumah saja hehe…

Tetapi keadaan ini memang dilema. Di dunia pendidikan abad 21 (yang masih didengungkan sampai tahun ke 21 sekarang ๐Ÿ˜€ ), di mana sekolah seharusnya menerjemahkan diri menjadi tempat yang menyenangkan untuk melakukan banyak hal di luar sekedar akademis, sekarang harus kembali sebagai tempat untuk hanya datang-belajar-pulang. Ini berat, tapi harus dilakukan. Keadaan khusus karena pandemi.

Jadi, sesiap apa sekolah menjalankan kegiatan belajar mengajarnya di bulan Januari nanti? Sudah pasti harus hibrid kan, karena jumlah siswa maksimum satu kelas hanya boleh 18 siswa. Siswa bergantian. Hibridnya bagaimana? Nah, inilah saatnya sekolah memikirkan untuk ber-hibrid yang baik dan relevan. Yang jelas, semua komunitas sekolah punya kewajiban mendukung program ini.

Selamat kembali bersekolah!ย 

“Christmas in November”

Tahun ini, Natal di sekolah untuk kami para guru dan staf, dilakukan di bulan November. Karena di awal Desember nanti, di minggu pertama merupakan akhir dari rangkaian semester 1 yang paling panjang dalam sejarah sekolah ini ๐Ÿ˜€

Karena kami memulai semester 1 tahun ajaran 2020-2021 di bulan Juni. Jadi, wajarlah anak-anak mendapatkan liburan lebih awal juga. Yeaayy, siswa bersorak, guru bergembira ๐Ÿ˜€

Bagaimana kita merayakan Natal kemaren? Sederhana, pujian, doa, refleksi. Dengan memakai masker, tentu saja, dan ruangan yang hanya diisi 20% kapasitas karena sisanya adalah online. Semakin sangat terbiasa dengan semua kegiatan selalu berakhir dengan online….horrayy. Kok online? Iya, karena merayakan bersama dengan 4 cabang sekolah dalam satu yayasan yang sama.

Dalam merenungi makna Natal, saya merasakan kegusaran sesama saudara yang kesulitan merayakannya. Yang gerejanya ditutup, pembangunannya dihambat, mendapat tekanan mungkin dengan himbauan sebagian orang yang mempercayai mengucapkan selamat Natal adalah haram, beberapa kali penjagaan demikian ketat karena ancaman bom (bahkan terjadi beberapa). Semoga di tahun ini, di tengah situasi yang mungkin lebih sulit dengan pandemi, dan “keributan politik” akhir-akhir ini, saudara sekalian tetap bisa merayakan Natal dengan aman, tenteram, suka cita bersama seluruh keluarga dan kerabat sekalian.

Setiap melampaui satu Natal, selain bertambahnya usia, juga mensyukuri telah melewati sekian puluh tahun kehidupan. Susah, senang, sedih, bahagia, entah berputar sudah berapa kali. Semakin merasakan, hidup kita ini demikian rapuh, dan fana. Apa lah artinya ambisi, keinginan, motivasi, yang terlalu dipaksakan, tidak ada artinya sama sekali dengan kesadaran bahwa kita telah diberi hidup, dihapuskan dosa-dosa, itulah segalanya. Cuma sebagai manusia, sering disebut di bibir, kadang dilupakan jika menemui masalah. Ah, betapa bodohnya kita manusia.

Natal membawa damai. Setidaknya bagi saya, damai pada diri sendiri. Di samping alasan rohani, tentu saja ada alasan duniawi, damai bahwa hari-hari menjelang akhir tahun, jadi banyak libur, damai karena udara yang lebih adem ๐Ÿ˜‰ , damai karena mendapat THR (nah, ini sudah duluan di bulan Juli ๐Ÿ˜€ ).

Jadi, dengan Natal membawa damai, merayakannya tidak perlu selalu di bulan Desember kan, bisa November, bahkan bulan-bulan lain, agar semua mahluk senantiasa diberikan rasa kedamaian. Amin.

ย 

ย 

ย 

snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake