Belajar Dari Rumah – Bagian 2

Artikel Pilihan Kompasiana

Pengalaman 7 minggu bersama para siswa menjalani sistem “Belajar Dari Rumah”.

Sebelum berbagi pengalaman, saya ingin menegaskan bahwa ada hal-hal yang tetap merupakan interaksi istimewa antara seorang guru dan siswanya. Maksudnya adalah khusus di dalam periode ini, sangat penting untuk seorang guru belajar banyak hal, membuka diri dan wawasan, mengubah pola pikir, memperkaya metode pengajaran. Dari semua pengayaan tadi guru harus mampu memilih dan memilah, bukan hanya sekedar mengikuti “yang penting sama” dengan cara guru lain. Apalagi cuma copy RPP seperti biasa. *Ooopps 😀

Karena keistimewaan siswa kita berbeda dengan siswa dari guru lain. Sejauh yang guru lakukan dengan bertanggung jawab, kredibel, maka percayalah, anda sudah melakukan hal yang hebat 🙂 .

Nah, silahkan jika sharing pengalaman saya berikut ini bisa menjadi bahan pengayaan rekan-rekan guru lain dalam menentukan manajemen kelas daring (online) nya.

Apa saja yang harus ada untuk mempersiapkan kelas online kita?

1. Memiliki LMS (Learning Management System).

Untuk apa? Karena itulah ruang kelas virtual kita. Bapak/Ibu guru kalau mengajar membutuhkan ruangan bukan? Supaya siswa kita bisa berkumpul di kelas yang benar pada saat kita menyampaikan pembelajaran. Banyak basis LMS, pilihlah salah satu. Saya pernah memakai basis moodle, mathematics.hedy.me, basis Schoology basic, basis Google Classroom dan basis Microsoft Teams. Untuk periode pandemi Covid 2019, saya memilih menggunakan Google Classroom (untuk selanjutnya saya sebut GC). Tanpa LMS, guru akan sulit mengumpulkan kegiatan belajar mengajarnya. Tersebar acak misal file pdf, file dari berbagai drive, file evaluasi siswa, dll.

 

2. Memberikan informasi / pengumuman terkini kepada para siswa. 

Setiap hari ada dua jalur informasi resmi dari saya kepada siswa, yaitu email dan papan pengumuman di GC. Email dikirimkan ke siswa-siswa dalam satu kelas tertentu sebagai pengingat bagi mereka tentang jadwal pelajaran. Dikirimkan biasanya malam hari (untuk pelajaran di pagi hari), atau pagi hari (untuk pelajaran di siang hari). Diharapkan dengan email pengingat ini, siswa akan lebih siap menghadapi pelajarannya.

Lalu setelah email, baru pengumuman sekaligus instruksi di GC. Apa saja kegiatan siswa di hari tersebut.

3. Mulai mengajar. “Synchronous” dan “Asynchronous”.

Yang ideal pastinya berimbang. Saya menerapkan keduanya berdasarkan kondisi kelas masing-masing. Dari 5 kelas berbeda, ada karakter kelas yang cocok secara synchronous, ada yang secara asynchronous. Namun ada juga yang lebih baik keduanya sekaligus. Terlebih di dalam satu kelas saja, dengan 20 siswa, memiliki karakter berbeda setiap siswanya.

Mengajar secara synchronous, dibantu dengan alat bantu Gmeet + Jamboard, yang dengan mudah diakses oleh siswa kapanpun, karena link yang selalu tersedia di google classroom. Saya tidak melulu menggunakan Gmeet dengan video, karena dengan audiopun bisa jadi sangat cukup terlebih disertai dengan papan tulis bersama.

Presentasi langsung dengan bantuan Pear Deck, juga menjadi pilihan saya untuk menyajikan pelajaran secara langsung. Seperti berikut ini:

Mengajar secara asynchronous, dengan catatan, video pelajaran. Mencarikan link yang sesuai dengan topik tertentu ataupun membuat sendiri video, bisa dipilih mana yang lebih cocok dengaan siswanya. Di samping membuat video pelajaran sendiri, ada beberapa hal saya lakukan dengan dibantu alat bantu belajar matematika yang sangat mudah diakses, dapat dilihat dari cuplilan video berikut ini:

4. Memberikan penilaian dan timbal balik / refleksi.

Bagaimana menilai siswa selama masa belajar dari rumah? Saya memberikan semacam kriteria penilaian dengan rubriknya kepada siswa, di mana garis besar kriterianya adalah bergabung, berpartisipasi, perhatian dan fokus, serta melengkapi semua tugas yang diberikan. Tidak ada tes / ulangan? Saya tidak melakukan jenis tes sumatif bergaya “high-stakes exam”, melainkan hanya formatif bersamaan dengan ke-4 kriteria di atas.

Pada saat berkegiatan langsung synchronous dengan pear deck misalnya, ada beberapa pertanyaan yang diselipkan di sana dan meminta respon siswa. Tes per individu saat interaksi melalui papan tulis bersama, bisa langsung memberikan “feedback” seperti contoh ini:

Demikian pula pada saat asynchronous melalui video pelajaran, ada beberapa pertanyaan langsung diajukan melalui google form, atau melalui desmos “class builder”, melalui canvas di graspable math activity. Juga berkolaborasi mengumpulkan soal-soal dan tukeran menjawab soal-soal dari teman-temannya, seperti sudah dibagikan di dalam artikel ini. Setiap kegiatan dan penugasan, sebisa mungkin saya berikan komentar atau “feedback” agar siswa menyadari kekurangan atau kelebihannya di mana.

5. Komunikasi yang baik dan benar.

Saya pernah ditanya seorang rekan, apakah alat bantu terbaik berkomunikasi dengan siswa selama masa belajar di rumah? Jawaban saya, semua alat adalah baik dan dapat digunakan, komunikasi bukan berdasarkan alatnya namun komunikasi adalah konten dan tujuannya. Tentu saja termasuk pemberian “feedback” di dalamnya. Ada guru yang suka menggunakan aplikasi WA saja untuk komunikasi karena cepat untuk kontak individu dan grup kelas, silahkan saja, mengapa tidak? Sejauh dipakai secara konsisten. Banyak lagi yang lain semacam line, kaizala, aplikasi pesan lainnya. Kebetulan saya menggunakan email. Namun tidak menolak untuk beberapa siswa yang berkawan melalui aplikasi instagram dan menggunakan pesan instagram. Menurut pendapat saya, email merupakan bentuk komunikasi praktis, resmi, konsisten dan berkesinambungan saja dengan apa yang saya lakukan di awal untuk memberikan informasi dan notifikasi kegiatan kelas. 

Di samping email, google classroom juga dilengkapi dengan kolom meletakkan komentar atau pesan secara publik atau privat. Itupun alur komunikasi yang benar, karena semua pesan siswa akan memberikan notifikasi kepada saya melalui telepon genggam. Jadi mudah semuanya. Berikut contoh percakapan (feedback tidak disertakan di sini karena isinya lebih personal kepada siswa 🙂 ) melalui email:

 

Demikian pengalaman berbagi ini. Anda punya pengalaman lain? Silahkan dibagikan agar kita dapat sama-sama belajar dan mengadaptasi yang cocok dengan kondisi dan situasi lingkungan belajar kita masing-masing.

Apakah selanjutnya ini akan menjadi kenormalan baru? Entahlah, tetapi sebagai guru, kita harus selalu bersiap untuk beradaptasi, seperti juga kita selalu bersiap menerima paradigma baru dalam pendidikan. 

Selamat Mengajar dan Belajar!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake