Belajar Berpikir Kritis

Dalam sebuah forum pengembangan profesi yang saya ikuti beberapa waktu lalu, kami membahas tentang pemikiran kritis menurut artikel Daniel Willingham yang berjudul Critical Thinking: Why is It Hard to Teach yang dimuat dalam American Educator Journal edisi musim panas 2007. Saya pikir hasil bahasan itu menarik untuk dibagikan kembali, apalagi dengan segala pembahasan mengenai “kepatuhan” yang dibawa “calon” Kurikulum 2013 serta budaya umum kita yang saya anggap masih kurang diisi pemikiran kritis.

Pembahasan kami dimulai dari pertanyaan: Apakah berpikir kritis adalah suatu ilmu yang bisa diajarkan kepada peserta didik? Puluhan tahun riset kognitif mengemukakan jawaban yang mengecewakan yaitu “tidak pasti”.

Dalam artikelnya Willingham menulis bahwa berpikir kritis menurut ilmuwan kognitif adalah:

  • penalaran
  • membuat penilaian dan keputusan
  • penyelesaian masalah

Jika kita perhatikan, anggapan diatas agak berbeda dari anggapan orang awan tentang berpikir kritis

  •  Kemampuan melihat kedua sisi dari sebuah permasalahan.
  • Terbuka untuk bukti baru bahwa ide seseorang tidak kuat atau tidak tegas.
  • Penalaran tanpa perasaan
  • Klaim dan meaning harus didukung oleh bukti
  • Menyimpulkan kesimpulan dari fakta-fakta

Dengan bahasa yang lebih membumi lagi, khalayak umum merangkumkan dalam Wikipedia bahwa Berpikir Kritis adalah penalaran reflektif tentang keyakinan dan tindakan. Suatu cara untuk memutuskan apakah klaim selalu benar, kadang-kadang benar, sebagian benar, atau salah. Berpikir kritis dapat ditelusuri dalam pemikiran Barat dengan metode Sokrates Yunani Kuno dan, di Timur, ke Buddha kalama sutta dan Abhidharma. Berpikir kritis merupakan komponen penting dari kebanyakan profesi. Ini adalah bagian dari pendidikan formal dan semakin signifikan sebagai kemajuan siswa melalui universitas untuk pendidikan pascasarjana, meskipun ada perdebatan di kalangan pendidik tentang makna yang tepat dan ruang lingkupnya.

Mengajar siswa berpikir kritis bukanlah hal yang baru, tetapi walau begitu, dengan definisi di atas, mengajar berpikir kritis tetaplah sulit.

Beberapa strategi mengajar siswa untuk berpikir kritis adalah:

  • Bukan mengajarkan secara khusus dalam program special
  • Berpikir kritis sebaiknya diajarkan dalam konteks mengajarkan bersama dengan mata pelajaran lain
  • Guru perlu sadar bahwa berpikir kritis bukan hanya ditujukan untuk siswa yang memiliki talenta lebih saja
  • Pengalaman siswa menawarkan hidangan konsep-konsep yang kompleks
  • Dalam mengajarkan siswa berpikir kritis, buatlah mereka mengaitkan dari faktor eksplisit dan latih mereka di sana.

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengembangkan pemikiran yang lebih kompleks adalah Frayer Diagram yang sebenarnya adalah alat pengembangan kosakata. Berbeda dengan pendekatan pengajaran yang hanya berdasarkan pada satu definisi, model ini membantu untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang konsep-konsep yang kompleks. Siswa mengidentifikasi tidak hanya pada sesuatu yang benar dan diketahui saja, tapi juga pada sesuatu yang salah dan belum diketahui. Pusat diagram memperlihatkan konsep yang ditetapkan, sedangkan kuadran sekitar konsep digunakan untuk memberikan rincian.

Bagaimana jika kita mencoba melihat cara mengkritisi cara berpikir? Sebagai guru mata pelajaran, yang amat menarik perhatian saya adalah penggunaan pendekatan “Enam Aspek Pemahaman yang Terencana” (penjelasan, interpretasi, empati, pengetahuan diri, aplikasi, perspektif / six facets in UBD).

Berikut ini adalah contoh-contoh usaha berpikiran kritis dengan menggunakan Frayer diagram atas konsep Enam Aspek Pemahaman yang Terencana dari perspektif mata pelajaran Bahasa Inggris, IPA dan Matematika.

penjelasan_DF interpretasi_DF

empati_DF  pengetahuan diri_DF

aplikasi_DF   perspektif_DF

Semoga materi ini dapat membantu para pembaca mencoba menggali lebih jauh bagaimana mengajarkan Berpikir Kritis. Jika ada bagian dari materi diatas yang terlihat tidak asing lagi, mungkin juga memang sebenarnya para pembaca sudah mempraktekannya selama ini tanpa menyadari bahwa hal itu merupakan kerangka berpikir kritis. Bagi yang sudah, selamat terus berkembang, dan bagi yang menemukan hal baru, selamat mencoba!

Dengan berpikir kritis, kita belajar, untuk belajar. Semoga Bermanfaat!

The Modern-Primitive Learning (?!)

Twitter can be a great educational tool for fostering precision and conciseness in communication – skills today’s kids all need ~ Marc Prensky

How serious is the statement for you? Are you one that think “yeaa, I knew that, I used it, too…..”, or, the opposite “I won’t do that. Because that means we let students to be lazy and do not respect adults, they will play instead of study…”

Ten to five years ago, as the world moving inevitably into 21st century, some people focused and preoccupied by the thought on how to control and regulate the world to their preferences. Some other group decided to ride the change while at the same time trying to learn and use it to their benefit.
After a decade into 21st century, the first group still goin nowhere, while the second grows with the power that 21st century have brought upon us all.

There are a new generation born into this century, a generation born into technology and grows with it, and they are now in their school age. It is inevitable to be surrounded by them, to be among them, and grow with them. This is how I see where i am standing and living now.

In this environment, 21st Century Skills includes variety of skills, with the main components are learning and thinking skills (higher thinking, planning, management, co-operation), technological literacy (using technology in learning), and the skills to be a leader (creativity, ethics and creating a product). The common thread of all the skills are technology, and even if you discuss or think about ethical issues and cultural, you cannot avoid linking it to technology.

Social media offers great opportunities for learning inside and outside the classroom, bringing together the ability to collaborate, worldwide access to resources, and finding new and interesting way to communicate in one easily accessible place. Teachers around the world have found innovative ways to use twitter as a teaching tools.

I had been using Twitter to extend the learning with my students, to enjoy lesson in classroom without walls.

#mie8midtest, is one of my  topic in my timeline.

image

Even though students live in this era and familiar with twitter but it doesn’t means that they familiar with #hashtag for studying. Some tried to keep learning strictly one to one, while other even face anxiety to share, or corrected in public. Many even yet to learn how to use it as well.
The technology is with them, and they know it well, but there is always room to understand it better.

Twitter makes staying in touch and sharing announcements super simple and even fun. And as the Instant feedback, twitter makes it easy to get instant approval and disapproval of discussions, allowing the class to be growing while traceable.

Twitter is the next natural step from texting, BBM-ing and personal messaging, and student can learn to reach bigger audience. In the ‘tweet-iest’ city in the world, this medium is too big to ignore. We can certainly learn how to bridle the power and learn to use it for a better cause than just chit-chatting aimlessly.

Why “Modern and Primitive Learning”. We can say, a primitive way to learn, is to just do it, just like when mankind still learn how to create tools. Then came an era where they can teach each other, most of the time, one by one, or at least in smaller groups.
Today, a decade into 21st century, we can reach students personally, at the same time we can also reach a bigger and even bigger group. It is not limited to one on one or face to face anymore.
The Social Media can be used not just for personal media, but also for groups and mass media, acting as a hyper personal media.

Enjoy Learning!!!

snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake