Manusia boleh berencana, tapi Tuhan yang menentukan. Nampaknya kalimat tersebut sangat cocok dalam situasi masa pandemi ini. Rencana sudah dimatangkan, peraturan sudah ditetapkan, sekolah tatap muka terbatas sudah diwajibkan untuk mulai kembali di bulan Juli 2021. Namun kenyataannya, di sinilah kita sekarang, masih dalam fase belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Saya ingin sedikit mengomentari soal sekolah tatap muka yang diwajibkan. Mengapa diwajibkan? Karena terjadi “learning loss”, siswa tidak mendapatkan haknya menerima pelajaran, terkendala oleh tidak adanya alat bantu menyelenggarakan pembelajaran secara daring. Kalaupun ada alatnya, terhalang oleh jaringan yang tidak memadai, tidak menjangkau ke daerah-daerah terpencil.
Benarkah? Iya. Nampak jelas bahwa kondisi tersebut memang terjadi. Menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai bagi pemerintah untuk mengatasinya. Dengan kenyataan bahwa Negara kepulauan Indonesia yang seluas ini, tentu saja kita tidak bisa menyamaratakan kondisi semua daerah. Bahkan di daerah Jawa Barat, sekitar Sukabumi, namun lebih terpencil, masih banyak anak-anak yang tidak dapat bersekolah, bahkan di saat kondisi normal. Salah satu cerita bantuan untuk pendidikan di sana adalah lewat Cinta Laura (artis), yang menyediakan fasilitas belajar tadi. Maka kita tidak bisa berasumsi memakai cara daring di sana akan sama seperti di Jakarta atau kota-kota besar lainnya.
Perbedaan lokasi sekolah, fasilitas sekolah, lingkungan siswa dan guru, juga sangat mempengaruhi keadaan. Siswa yang bersekolah di tempat dengan fasilitas memadai dan tinggal di lingkungan rumah yang sangat memadai untuk bersekolah dari rumah, tentu akan berbeda sama sekali dengan siswa dari latar belakang sebaliknya.
Sepertinya pernyataan Mendikbud mengenai “wajib dengan syarat” kembali tatap muka itu diterjemahkan oleh pemda, dinas dan bahkan sekolah sendiri sebagai “wajib mutlak” demi tidak ada lagi “learning loss” tadi. Dengan menganggap semua gurunya siap untuk pembelajaran hibrid atau malah semua dianggap tidak mampu menyelenggarakan daring maka wajib tatap muka. Padahal saya yakin (menuju seyakin-yakinnya 😀 ) bahwa sebenarnya banyak keadaan belajar dari rumah di kota-kota sampai kabupaten yang sangat baik dan berjalan dengan lancar. Siswa tentu saja ada yang menyenangi program BDR. Gurupun mungkin mulai menikmati perannya dalam mengajar daring karena eksplorasinya terasa beda, baru dan menantang.
Dan, singkat cerita, bagi kita yang berdomisili di pulau Jawa (setidaknya), di masa PPKM tahap 4 ini, sekolah kita masih daring 😀
Memasuki satu bulan dimulainya tahun ajaran 2021-2022 secara daring ini, saya ingin berbagi beberapa tips untuk rekan-rekan guru di Indonesia tentang meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar daring. Tentu saja pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan situasi guru dan siswa, namun semoga idenya yang mungkin dapat diadaptasi dan berguna.
Menyapa Siswa Pada Sesi Asinkron.
“Wah tidak ada pertemuan dengan bantuan alat meeting, nanti siswa akan abai dan tidak belajar”. Ini pola pikir yang masih menganggap bahwa belajar daring adalah hanya memindahkan ruang kelas ke depan kamera. Bagaimana jika walaupun sesi ini, siswa sadar untuk melakukan tugas-tugas yang diberikan secara mandiri karena mereka tahu gurunya tetap mendampingi.
Peter Diederich berbagi di akun twitternya, “If you build an asynchronous classroom now, no matter what happens this fall, you’ll be ready. You can teach an asynchronous class synchronously, you can’t do it in reverse.
Kira-kira artinya jika anda membangun kelas asinkron sekarang, apapun yang terjadi, anda akan siap. Anda dapat mengajar kelas asinkron secara sinkron tetapi tidak sebaliknya.
Begitulah, siapkan momen asinkron dengan siswa secara terarah, jika saatnya nanti sinkron maka akan mudah mengatasinya.
Jika menggunakan e-learning / LMS, bisa dimulai dengan membuka forum dan ajak siswa datang ke forum pada saat sesi asinkron. Bebaskan siswa menyapa teman atau kita sebagai gurunya di awal kelas. Pastikan merespon siswa agar mereka sadar walau tanpa bertemu di depan kamera, kita tetap mendampingi. Seperti contoh berikut:
Memberikan Tugas Berbeda.
Tugas berbeda di sini maksudnya, jika biasa kita menugaskan satu atau dua jenis tugas, cobalah mencari tugas jenis ketiga, keempat, kelima dan seterusnya yang lain. Tujuannya agar siswa berhasil mengatasi rasa jenuhnya (setelah 1,5 tahun pjj 😀 ) dan mencoba hal lain yang memancing dirinya belajar dengan cara baru.
Salah satu cara yang ingin saya bagikan di sini adalah bukan meminta siswa mengerjakan soal lalu dikumpulkan melainkan meminta siswa mencoba sendiri dulu, cek sendiri melalui video pembelajaran, diulang-ulang sendiri sampai mengerti, dan diakhiri dengan menuliskan di kolom forum bersama, untuk saling berkomentar sesama siswa atau mendapat respon dari saya sebagai gurunya jika ada pertanyaan. Seperti contoh berikut ini:
Memberikan Kesempatan Siswa Berinteraksi Bersamaan di Saat Penyampaian Materi.
Di kelas tatap muka, siswa angkat tangan untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, guru memanggil siswa maju ke depan kelas menulis di papan, dan lain sebagainya.
Di kelas maya saat PJJ / BDR secara sinkron, bisa melalui vitur “angkat tangan”, menyalakan mic lalu berbicara. Namun karena sinkron bukan melulu dengan satu alat konperensi meeting, guru bisa mencoba cara lain melalui papan tulis bersama, alat presentasi semacam peardeck, nearpod, desmos classroom dan lain-lain. Siswa berinteraksi secara “real time” dengan guru. Menjawab atau merespon dengan bantuan alat tadi.