Wahai rekan guru, sedih atau senangkah kalian jika tanpa rencana, jam mengajar kalian terambil oleh rekan guru yang lain karena materi pelajarannya yang belum selesai?
“Senang dong dapat freetime”
“Ah, sudah biasa, tidak apa-apa, saya juga sering begitu, simbiosis mutualisme lah”
“Yaaaa, saya juga punya materi yang harus diselesaikan dong, nanti bagaimana kalau tidak selesai?”
“Mau diterusin sampai 2 jam pelajaran? (harap-harap senang)”
Saatnya jujur dengan diri sendiri, bagaimana perasaanmu Hedy? Hmm…. well seriously…. I’m sad :'( Mengapa? karena kita kurang menunjukkan konsistensi peraturan yang telah kita sepakati bersama. Kita adalah personel yang dianggap sebagai pemberi contoh, tetapi kita lupa telah mengabaikan suatu konsistensi. Arti adanya sebuah penjadwalan dan plan sekiranya adalah untuk mengatur pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang sudah menjadi kesepakatan antara pihak sekolah, siswa dan orang tua.
Apakah sebegitu “strick” nya pada konsistensi sehingga kita tidak boleh memiliki negosiasi tertentu? Owww tentu saja, dalam hidup apapun, ada kalanya faktor negosiasi itu sah dan dapat dilaksanakan.
Jadi, apakah nego saya saat ini? Karena ada dua jurusan ilmu berada di kelas matematika yang sama , tetapi di saat ini 11 dari 25 siswa tersebut sedang melakukan perjalanan tur pendidikan ke luar sekolah, 14 sisanya menginginkan melanjutkan praktek IPAnya di lab, pilihan saya adalah antara memulai belajar pada 14 anak tersebut dan mengakibatkan 11 lainnya tertinggal materi, atau membiarkan 14 anak melanjutkan belajar IPA praktek yang mereka suka? Akhirnya pilihan saya jatuh pada……. tentu saja melanjutkan belajar praktek IPA karena kesempatan bagi mereka untuk belajar sesuatu yang lebih relevan (karena mereka berpraktek langsung) dengan apa yang akan mereka jumpai di kemudian hari.
Apapun yang siswa lakukan untuk belajar, dukungan akan saya berikan 100% cukup (tidak perlu sampai 2000% – mengutip matematika ala pak SBY 😉 )
~ Antara 12.00 – 12.45 ~