(Katanya) Refleksi Untuk Guru

Artikel Pilihan Kompasiana

Semoga bukan hanya semboyan, bergerak bersama, memulihkan pendidikan.

Bahwa guru berubah, diharap berubah, dipaksa berubah, bukan sekedar demi si guru saja tetapi bertujuan utama juga ke arah siswa dalam menempuh pendidikannya sebagai masa depan bagi bangsa ini.

Sekedar refleksi untuk diri sendiri:

Sudahkah menghargai prestasi siswa di luar akademik sekolah tetapi mejangkau prestasi nasional atau internasional? Guru bersedia mengintegrasikannya kepada mata pelajaran yang diampunya?

Sudahkah menilai prestasi siswa di luar bidang ajar guru tetapi berimbas pada pengetahuan si siswa? Guru bersedia mengintegrasikannya kepada mata pelajaran yang diampunya?

Sudahkah melihat proses belajar sebagai kesatuan utuh menilai siswa?

Sudahkah selesai dengan menakut-nakuti siswa seputar ujian? Atau seputar menganggap mapelnya paling harus dipentingkan?

Sudahkah berani keluar dari zona nyaman seputar memanfaatkan posisi guru berarti bebas menyuruh-nyuruh siswanya atau memberikan kegiatan yang kurang dipertimbangkan masak-masak demi yang penting ada kegiatan?

Sudahkah paham bahwa mengejar setifikat saja dengan meninggalkan tugas mengajar terus menerus adalah tidak mencontohkan proses belajar yang sesungguhnya?

Sudahkah mengerjakan rencana pembelajaran sendiri sesuai dengan perkembangan kelasnya daripada sekedar mengcopy dari sumber-sumber buatan guru lain yang disebarluaskan?

Sudahkah tidak menganggap diri sendiri sebagai pusat pengetahuan karena berstatus guru?

Sebaliknya, guru jangan dijadikan bemper. Dipuji-puji jika dibutuhkan, namun jika ditemukan kekurangan langsung menjadi yang paling disalahkan. Jangan pula disalahgunakan posisi guru untuk mengambil keuntungan dari bisnis pendidikan. Semua satu lingkaran besar jika membicarakan pendidikan.

Semboyan pulihkan pendidikan, semoga menjadi kenyataan.

Selamat Hari Guru, diriku, dan semua rekan Guru Indonesia.

Flipgrid di Kelas Matematika

Kok Bisa?

Memanfaatkan flipgrid di kelas matematika sangat menyenangkan. Siswa tidak perlu repot-repot mencari platform untuk merekam dirinya, karena semua tersedia di sini. 

Kembali lagi ke pertanyaan kok merekam dirinya atau suaranya? 

Iya. Flipgrid dapat membantu siswa berlatih mendeskripsikan apa yang mereka pelajari, menjelaskan bagaimana yang mereka pelajari berhubungan dengan pengalaman mereka sendiri, dan menunjukkan area di mana mereka membutuhkan klarifikasi atau sumber daya tambahan. Ini adalah waktu yang tepat bagi siswa untuk menggunakan suara mereka untuk menghubungkan ide dengan pengalaman mereka sendiri.

Flipgrid dapat digunakan sebagai tempat untuk berdiskusi antar siswa di bawah supervisi gurunya ataupun digunakan sebagai sarana untuk mengevaluasi siswa oleh guru.

Jika salah satu lompatan paradigma kita sudah sampai di level meyakini bahwa mengevaluasi siswa dapat dilakukan dengan berbagai bentuk dan metode selain menjawab pertanyaan di atas selembar kertas, maka Flipgrid merupakan suatu platform yang sangat ideal untuk melakukan “sejenis” wawancara atau tanya jawab. Saya katakan sejenis karena tentu saja ada perbedaan dengan wawancara atau tanya jawab langsung. Namun dengan flipgrid, sudah membantu saya mengatasi masalah keterbatasan waktu untuk melakukan wawancara atau tanya jawab kepada 50 siswa sekaligus di satu waktu tertentu.

Di masa pembelajaran jarak jauh dan campuran “hybrid” ini, campur aduk perasaan guru memastikan apakah siswanya mengerti atau tidak. Bagaimana membuktikannya? Memberikan tes saja terus menerus dengan asumsi nilai bagus artinya sukses belajarnya dan nilai jelek artinya gagal si siswa tidak belajar? Lalu jika nilainya bagus terus apakah siswa sungguh mengerjakan sendiri semuanya? Bagaimana mengetahuinya? Pada saat tes harus menyiapkan kamera kedua? Ketiga? Keempat? Apa solusi guru-guru? Hampir pasti semua memiliki pandangan sendiri-sendiri dan silahkan saja.

Nah, kalau saya, maka saya akan bertanya langsung ke siswa yang bersangkutan. Tapi bukan bertanya “Nak, kamu sudah mengerti?” Siswa ada kemungkinan (daripada repot nanti ditanya-tanya lebih lanjut) akan menjawab “Ngerti, Pak / Bu” 😀

Bertanya tadi itulah, yang saya yakini sebagai wawancara / tanya jawab pelajaran, akan lebih memberikan informasi kepada saya tentang seberapa mengertinya siswa-siswa saya terhadap pelajaran yang disampaikan.

Di kelas matematika saat ini, kita membutuhkan siswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang matematika yang mereka pelajari. Ini bukan lagi tentang menyelesaikan langkah-langkah komputasi dengan benar. Matematika hari ini harus melibatkan lebih banyak penalaran, penjelasan, dan siswa mengkomunikasikan pemahaman mereka tentang konsep yang dipelajari.

Flipgrid untuk penugasan juga bagus, di mana siswa cukup merekam suaranya saja atau memberikan interaksi melalui mimik wajah juga dengan merekam video penjelasan. Bebas, silahkan guru tentukan sendiri jenis tugasnya sesuai kebutuhan. 

Jika untuk diskusi antar siswa berarti semua siswa saling bisa memberikan jawaban dan berinteraksi, maka untuk penugasan individu kita dapat mengaktifkan mode moderasi video dan komentar, dan hasilnya hanya kita gurunya yang dapat melihat / mendengar videonya.

Berikut contoh dari siswa saya yang menjawab tugas dengan video dan suara saja:

Selamat mencoba dan bersenang-senang dengan Flipgrid!

 

5 Tips Untuk Meningkatkan Keterlibatan Siswa Saat Belajar Daring

Artikel Utama Kompasiana

Manusia boleh berencana, tapi Tuhan yang menentukan. Nampaknya kalimat tersebut sangat cocok dalam situasi masa pandemi ini. Rencana sudah dimatangkan, peraturan sudah ditetapkan, sekolah tatap muka terbatas sudah diwajibkan untuk mulai kembali di bulan Juli 2021. Namun kenyataannya, di sinilah kita sekarang, masih dalam fase belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Saya ingin sedikit mengomentari soal sekolah tatap muka yang diwajibkan. Mengapa diwajibkan? Karena terjadi “learning loss”, siswa tidak mendapatkan haknya menerima pelajaran, terkendala oleh tidak adanya alat bantu menyelenggarakan pembelajaran secara daring. Kalaupun ada alatnya, terhalang oleh jaringan yang tidak memadai, tidak menjangkau ke daerah-daerah terpencil.

Benarkah? Iya. Nampak jelas bahwa kondisi tersebut memang terjadi. Menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai bagi pemerintah untuk mengatasinya. Dengan kenyataan bahwa Negara kepulauan Indonesia yang seluas ini, tentu saja kita tidak bisa menyamaratakan kondisi semua daerah. Bahkan di daerah Jawa Barat, sekitar Sukabumi, namun lebih terpencil, masih banyak anak-anak yang tidak dapat bersekolah, bahkan di saat kondisi normal. Salah satu cerita bantuan untuk pendidikan di sana adalah lewat Cinta Laura (artis), yang menyediakan fasilitas belajar tadi. Maka kita tidak bisa berasumsi memakai cara daring di sana akan sama seperti di Jakarta atau kota-kota besar lainnya.

Perbedaan lokasi sekolah, fasilitas sekolah, lingkungan siswa dan guru, juga sangat mempengaruhi keadaan. Siswa yang bersekolah di tempat dengan fasilitas memadai dan tinggal di lingkungan rumah yang sangat memadai untuk bersekolah dari rumah, tentu akan berbeda sama sekali dengan siswa dari latar belakang sebaliknya.

Sepertinya pernyataan Mendikbud mengenai “wajib dengan syarat” kembali tatap muka itu diterjemahkan oleh pemda, dinas dan bahkan sekolah sendiri sebagai “wajib mutlak” demi tidak ada lagi “learning loss” tadi. Dengan menganggap semua gurunya siap untuk pembelajaran hibrid atau malah semua dianggap tidak mampu menyelenggarakan daring maka wajib tatap muka. Padahal saya yakin (menuju seyakin-yakinnya 😀 ) bahwa sebenarnya banyak keadaan belajar dari rumah di kota-kota sampai kabupaten yang sangat baik dan berjalan dengan lancar. Siswa tentu saja ada yang menyenangi program BDR. Gurupun mungkin mulai menikmati perannya dalam mengajar daring karena eksplorasinya terasa beda, baru dan menantang. 

Dan, singkat cerita, bagi kita yang berdomisili di pulau Jawa (setidaknya), di masa PPKM tahap 4 ini, sekolah kita masih daring 😀

Memasuki satu bulan dimulainya tahun ajaran 2021-2022 secara daring ini, saya ingin berbagi beberapa tips untuk rekan-rekan guru di Indonesia tentang meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar daring. Tentu saja pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan situasi guru dan siswa, namun semoga idenya yang mungkin dapat diadaptasi dan berguna.

Menyapa Siswa Pada Sesi Asinkron.

“Wah tidak ada pertemuan dengan bantuan alat meeting, nanti siswa akan abai dan tidak belajar”. Ini pola pikir yang masih menganggap bahwa belajar daring adalah hanya memindahkan ruang kelas ke depan kamera. Bagaimana jika walaupun sesi ini, siswa sadar untuk melakukan tugas-tugas yang diberikan secara mandiri karena mereka tahu gurunya tetap mendampingi.  

Peter Diederich berbagi di akun twitternya, “If you build an asynchronous classroom now, no matter what happens this fall, you’ll be ready. You can teach an asynchronous class synchronously, you can’t do it in reverse.

Kira-kira artinya jika anda membangun kelas asinkron sekarang, apapun yang terjadi, anda akan siap. Anda dapat mengajar kelas asinkron secara sinkron tetapi tidak sebaliknya.

Begitulah, siapkan momen asinkron dengan siswa secara terarah, jika saatnya nanti sinkron maka akan mudah mengatasinya.

Jika menggunakan e-learning / LMS, bisa dimulai dengan membuka forum dan ajak siswa datang ke forum pada saat sesi asinkron. Bebaskan siswa menyapa teman atau kita sebagai gurunya di awal kelas. Pastikan merespon siswa agar mereka sadar walau tanpa bertemu di depan kamera, kita tetap mendampingi.  Seperti contoh berikut:

Memberikan Tugas Berbeda.

Tugas berbeda di sini maksudnya, jika biasa kita menugaskan satu atau dua jenis tugas, cobalah mencari tugas jenis ketiga, keempat, kelima dan seterusnya yang lain. Tujuannya agar siswa berhasil mengatasi rasa jenuhnya (setelah 1,5 tahun pjj 😀 ) dan mencoba hal lain yang memancing dirinya belajar dengan cara baru.

Salah satu cara yang ingin saya bagikan di sini adalah bukan meminta siswa mengerjakan soal lalu dikumpulkan melainkan meminta siswa mencoba sendiri dulu, cek sendiri melalui video pembelajaran, diulang-ulang sendiri sampai mengerti, dan diakhiri dengan menuliskan di kolom forum bersama, untuk saling berkomentar sesama siswa atau mendapat respon dari saya sebagai gurunya jika ada pertanyaan. Seperti contoh berikut ini:

Memberikan Kesempatan Siswa Berinteraksi Bersamaan di Saat Penyampaian Materi.

Di kelas tatap muka, siswa angkat tangan untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, guru memanggil siswa maju ke depan kelas menulis di papan, dan lain sebagainya. 

Di kelas maya saat PJJ / BDR secara sinkron, bisa melalui vitur “angkat tangan”, menyalakan mic lalu berbicara. Namun karena sinkron bukan melulu dengan satu alat konperensi meeting, guru bisa mencoba cara lain melalui papan tulis bersama, alat presentasi semacam peardeck, nearpod, desmos classroom dan lain-lain. Siswa berinteraksi secara “real time” dengan guru. Menjawab atau merespon dengan bantuan alat tadi.

Siswa menjawab dengan cara memilih pernyataan yang benar. Memilih dengan menggeser ikon tertentu.

Di Desmos ini perhatian siswa bisa difokuskan pada slide tertentu dan guru bisa melihat respon siswa sekaligus (misal pada saat mereka diminta gambar grafik).

Memberikan Umpan Balik.

Malas memberikan umpan balik, siswa juga tidak baca. Sering mendengar hal seperti ini? Iya, bahkan kadang jika waktu mendesak dan begitu banyak pekerjaan, ya sayapun kadang begini. Tetapi, di masa PJJ / BDR, hal ini bisa dimasukkan sebagai suatu kewajiban kita. 

Jangan lupa mencantumkan feedback di pekerjaan siswa, baik saat sinkron maupun asinkron. Jika mempunyai LMS, gunakan chat individu di kolom tempat mereka mengumpulkan tugas. Mungkin bisa juga lewat email ke siswa tertentu.  Jika menggunakan presentasi semacam Peardeck, Nearpod, Desmos Classroom, dan alat lain yang sejenis, dapat langsung memberikan feedback pada saat interaksi kepada siswa.

Memberikan Kelonggaran Waktu Sesuai Keadaan Dan Kecepatan Kerja Per Siswa.

Bagi kita para guru, terkadang ingin menerapkan segala sesuatu dengan tertib. Masuk kelas tepat waktu (dalam hal ini masuk ruang pertemuan daring dan menyalakan kamera), mengumpulkan tugas tepat waktu, jika terlewat dari waktu yang ditetapkan maka pengurangan poin / nilai, bahkan nilai nol untuk beberapa kasus. Mungkin tidak sepenuhnya salah untuk diterapkan, tergantung siswanya dan keadaannya. Alasan kedisiplinan seringkali menjadi acuan hal ini. 

Silahkan jika kondisinya memungkinkan. Namun untuk saat ini, cobalah memberikan kelonggaran waktu, misalnya untuk pengumpulan tugas. Saya memilih menunggu mereka terlibat dalam membuat tugas dan mengumpulkan agar dapat saya berikan umpan balik, daripada mereka merasa sudah habis waktunya lalu menjadi cuek saja karena merasa tidak perlu lagi (terkonsep pada belajar adalah kumpul tugas. Tidak bisa kumpul tugas artinya tidak perlu lagi mengerjakan).

Karena tiap siswa berbeda kecepatannya dalam menyerap pelajaran maupun dalam mengerjakan tugas. Berikan kesempatan mereka bekerja sesuai “pace” masing-masing. Karena semua pekerjaan atau tugas dilakukan dari rumah, sudah pasti kebiasaan di tiap rumah juga akan berbeda, dan itu sebagai salah satu faktor yang menentukan “pace” siswa belajar.

Semoga 5 tips di atas bisa berguna untuk pembelajaran daring bagi rekan-rekan guru di manapun berada. Dan tentu saja, semoga pandemi ini cepat berlalu. Dan masa depan sekolah nanti berjalan sesuai kesepakatan yang terlibat, ingin BDR lagi atau tatap muka, apapun itu, Bapak/Ibu guru semua siap. Semangat!

snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake