Student Fair – Santa Laurensia Junior High School 2013

Yang Muda Yang Ber-budaya

Saat fenomena Gangnam Style hampir setahun lalu mendunia sampai ke seluruh pelosok bumi (semoga tidak terlalu lebay sih 🙂 tapi rasanya memang tidak), tanyakan pada semua anak-anak muda dari usia SD sampai SMA siapa yang tidak bisa mengikuti gerakan Psy di video klipnya… cepat sekali di lingkungan siswa SD tempat anak saya sekolah contohnya, hampir  setiap hari di jam istirahat menggelar acara ala “flash mob” Gangnam Style tersebut. Bagaimana dengan anak muda dari sekolah lain? Mungkin miripkah? One Direction dengan “what makes you beautiful”, “one thing”, “live while we’re young” kurang lebih memiliki fenomena yang mirip dengan tari gangnam, “popular to the max” meminjam istilah anak muda sekarang.

Hal ini menunjukkan mudah sekali anak muda kita beradaptasi, mempelajari dan meniru sesuatu yang tengah popular tadi. Suatu kebanggaan dan kerinduan kita sebagai orang tua jika anak-anak muda tersebut dapat mengenal budaya tanah airnya, mempelajarinya dan bahkan dengan bangga menampilkannya dalam bentuk yang beragam.

Walaupun mungkin saja kita pernah mendengar pendapat orang yang mengatakan “Anak Muda jaman sekarang tidak mengenal kebudayaannya”.  Tetapi pendapat tinggallah pendapat, saya baru saja menyaksikan anak-anak muda super kreatif yang menggali pengetahuan akan budaya tanah airnya.

Sabtu, 16 Februari 2013 lalu, SMP Santa Laurensia mengadakan acara gelar budaya Indonesia  (dikemas dalam sebutan “Student Fair”) dari jam 7.30 – 12.30. Seluruh guru SMP dilibatkan menjadi panitia yang di nahkodai pak Nico,  tetapi yang paling membuat sukses acara ini adalah siswa-siswi yang terlibat secara antusias.
Persiapan dilakukan sejak hampir dua bulan lalu, dan diawali dengan penentuan proporsi isi dan bentuk acara apa yang ingin ditampilkan. Akhirnya diputuskan bahwa acara ini akan mengajak siswa-siswi untuk menampilkan budaya dari propinsi tertentu bagi tiap-tiap kelasnya dan total  ada 18 propinsi yang diwakilkan (sesuai dengan jumlah 18 kelas di level SMP).

Setiap perwakilan propinsi harus mempersiapkan ‘gubernur’, ‘wakil gubernur’, petugas tata kota, petugas seni budaya, petugas pariwisata dan petugas pameran kuliner. Suasana kelaspun disulap dan didekor sesuai ciri daerah propinsi kecil bak layaknya kita memasuki anjungan di TMII. Menjelang seminggu sebelum hari H, persiapan tadi diwujudkan dalam bentuk fisik. Dua jam pelajaran terakhir selama seminggu dipakai untuk mendekor, menghias kelas, berlatih dan pada hari terakhir persiapan, semua siswa bersiap sepanjang hari.

Tibalah hari yang ditunggu. Siswa, orang tua, pengunjung lain hadir memenuhi lorong-lorong sekolah dan kelas-kelas siswa yang penuh dengan semarak tanah air Indonesia. Air terjun Bidadari, Danau Toba, semarak Kep Riau, Jam Gadang, Pantai Natsepa, Ondel-ondel Betawi dan banyak lagi lainnya.

Setelah upacara pembukaan, acara dilanjutkan dengan presentasi budaya ke-18 propinsi di masing-masing kelas. ’Gubernur Propinsi’ dan seluruh stafnya sigap menjelaskan segala ragam budaya, kesenian, penduduk, mata pencaharian, sosial ekonomi termasuk tentunya ragam kuliner yang dipamerkan dan dijelaskan dengan mantap dan bersemangat.

Maka “Tigerz Airways” pun memulai perjalanan keliling Indonesia……… 🙂

Gregory Jany dan Shania kalian cocok sekali jadi MC, pernah jadi MC di mana ya? Tasha dan Michelle, sebagai gadis Bali, mantap sekali, belum lagi nuansa kain poleng  yang dipadu dengan tulisan “eat, pray and love” saya pikir akan berjumpa dengan Julia Robert 🙂

“Gubernur” Maluku, Goldan, sudah cocok sekali memerankan pesona “Nyong Ambon”, lagu “Ayo mama jangan mama marah beta” jadi terkenang waktu dimarahi oleh mama 🙂

Goldian, Patricia, Samuel, William dan teman-teman di Jawa Barat sudah lancar ya berbahasa Sunda nya….meni hebring atuh :)…. Jason, Andrew, Karensa dan Matthew pakai pakaian Papuanya mantap lho…. Rachel dan Liovicine cocok sekali kalian di gerbang Serambi Mekah nan megah.

Eh, ada rumah Bang Doel? Iyaaa benar rumah Si Doel di jalan lorong “colombus” no. 9A 😉 lengkap dengan sepeda babeh dan ondel-ondelnya, yang membuat tangan Axel sedikit tergores kena rangka bambu…. (tapi tidak ada artinya ya Xel, dibanding keceriaan pada hari itu)…

Danau Tobaaaaa……ow nooo, luar biasa Pattie, Clara, Mario dan kawan-kawan, horas 🙂 . Aldi dan Isabel, kayaknya kalian nyaman tampil di atas “ketwok”……. “kewl” abis 😉 Yang satu dari “Kepulauan Riau”, yang satu dari “Nusa Tenggara Timur”…

Saya terkesima dan baru tahu dengan air terjun Bidadari di Sumatera Selatan….wowww 9E kalian membuat miniaturnya dengan sangat indah, salut 🙂 .

Kadang saya suka bingung akhir-akhir ini, mengapa udara panassss sekali, tapi akhirnya ketemu juga jawabannya, bahwa ternyata salah satu lorong sekolah kita dilalui oleh garis khatulistiwa 😉 Abraham, proficiat untukmu dan rekan-rekan  yang menghadirkan simbol Pontianak dengan menarik.

Aduuuuhhh memang tidak cukup rasanya sekelumit cerita di atas….. Inginnya menyebut semuanya…. Tapi, lebih mudah lihat foto dan nonton video kali ya…

 

 

 

Untuk menambah semangat siswa, penjurianpun dilakukan saat mereka mempresentasikan hal tersebut. Bagi saya, semua adalah pemenang, tapi guru-guru sepakat akan dipilih yang terbaik diantara yang baik :)Selamat kepada 7C, 8F dan 9A, dewi fortuna sedang berpihak kepada kalian 🙂

Puncak acara hari itu adalah peragaan busana daerah yang diwakili oleh sepasang muda mudi berpakaian daerah yang diwakilinya. Sambil melenggang di atas “ketwok” 😉 mereka terlihat bangga dalam balutan busananya, maju melangkah ke hadapan ratusan teman-teman dan para pengunjung lain untuk menyampaikan beberapa kata sambutan yang mewakili daerahnya.

Saya tersenyum, bangga dan terharu menyaksikan kegembiraan dan antusiasme mereka semua. Anak-anak yang menggunakan “multiple intelligence” mereka untuk tampil secara maksimal pada hari itu. Sekolah tidak terjebak hanya mengandalkan prestasi akademis semata, tetapi menghargai siswa sebagai anak muda, anak manusia, yang memiliki segala potensi dan kemampuannya yang harus dilihat dan dibantu kembangkan agar dapat mengeluarkan potensi mereka. Kembangkan terus teman-teman mudaku, tetap berlatih, dan terus belajar karena salah satu bagian dari hidupmu adalah melewati dan menikmati tahapan sebagai seorang siswa.

Bravo anak-anakku!

Bravo SMP Santa Laurensia…. Maju membaharui dunia!

Belajar Sambil Bermain

Dunia anak adalah dunia bermain sambil belajar. Suatu ungkapan yang hampir pasti diketahui oleh para orang tua yang memiliki anak-anak balita, TK, SD kelas 1-3. Begitu menariknya dunia anak-anak ini sebagai awal pembentukan karakter mereka, dimana anak hendaknya diajak untuk memulai mengenal sebuah “pengetahuan” melalui kegiatan bermain. Tapi sayangnya, walaupun kita mengetahui hal ini, masih juga kadang terjadi “pemaksaan” belajar untuk anak usia tersebut, les kesana kemari (anak kecil sudah les?). Hal ini bisa berdampak si anak menjadi cepat jenuh dan mogok di waktu besarnya, atau justru si anak menjadi lebih terpacu untuk mendalami semua hal. Menurut saya, misterinya adalah sejauh mana kita mengarahkan anak dan anak mendapat “talentanya”.

Di samping itu, banyak pula ungkapan “Belajar Sambil Bermain” berlaku bagi kita semua, mulai pelajar SD, SMP, SMA. Tetapi, bagaimana belajarnya? Jangan-jangan malah jadinya main-main, materi tidak habis, anak tidak menghargai pelajaran dan lain sebagainya.
Sebagai pendidik / guru, kita bisa kurang menyadari kalau belajar sambil
bermain adalah sebuah metode pembelajaran walupun jelas ada di salah satu teori metode pembelajaran yang diketahui para guru profesional.

Kalau kita mencari dengan kata kunci belajar sambil bermain, begitu banyak resources yang akan kita dapatkan, begitu banyak tips dan jenis permainan yang dapat kita lakukan di kelas, apalagi matematika. Banyak teka teki, bujur sangkar ajaib, tangram, sudoku dan banyak lagi, yang dengan mudah dapat kita unduh dari internet.

Permasalahannya adalah guru sering terjebak dengan segala rutinitas dan tuntutan untuk membuat siswa dapat nilai bagus saat tes / ujian saja.
Perbincangan dengan beberapa rekan yang saya alami dan termasuk yang pernah saya alami sendiri adalah:
“wah susah lah bikin-bikin games, persiapannya berapa banyak”
“kalau games terus nanti kapan belajarnya, nanti kita suruh les aja deh, kita juga yang disalahin”
“materi kita kan banyak, nanti anak tidak ngerti bagaimana lalu nilainya jelek tidak sampai kkm, kan yang repot kita gurunya”
“bosen ah, kalau cuman main cerdas cermat, kasih teka teki, yang bisa kerjain tugas itu anaknya ya itu lagi, itu lagi”……..

Hmmm nah lho, jadinya bagaimana dong ya? Saya rasa semua pendapat di atas bisa jadi ada benarnya. Seorang guru dituntut untuk sedemikian kreatif dan berdaya guna untuk siswanya. Belum lagi, kalau kreatif sudah ada tapi terbentur kendala si guru yang kurang memiliki karakter kuat sebagai pembawa suasana bermain games (bukan seperti para penyaji acara games di televisi), yang ada nanti siswa akan bilang lagi “waduh ini ngapain ya main-main games, tapi garing” 😀

Pak Nabu Mj melalui artikelnya di Kompasiana, Januari 2012, mengatakan bahwa metode pembelajaran belajar sambil bermain dapat mengusung kepada aktivitas dan kreatifitas anak didik. Untuk mengetahui kondisi itu maka harus mengetahui latar belakang pendidikannya dan apa tujuan dari itu semua.

Jadi, walaupun pelaksanaannya susah, marilah tetap semangat menciptakan dunia belajar sambil bermain kepada siswa-siswa kita. Temukan cara yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Mengikuti sharing di forum guru, banyak sekali yang bisa kita dapatkan, dan seperti saya katakan tadi bahwa semua info itu tentulah mengalami modifikasi sehingga menjadi sesuai situasi dan kondisi lapangan di lingkungan kita masing-masing.

Setelah mencoba beberapa bentuk games / permainan (salah satunya adalah teka teki lewat “kentang panas“), saya mencoba cara berikut, membawa “a true game in the classroom”. Setelah melewati proses pengecekan, tanya jawab dan survey kepemilikan laptop kepada siswa  serta kemungkinan dapat membawa laptop tersebut ke kelas (bagian cukup sulitnya), sampailah pada sebuah Lesson Plan “Introduction to 3D perspective” lewat main Tetris di kelas dan menggunakan software bebas Google Sketchup (sekarang dimiliki Trimble).

Untuk bermain tetris 3D (tiga dimensi), dibutuhkan kecerdasaran visual-spasial untuk memahami perspektif dan posisi dari bangunnya. Sebagai pemicu otak mereka bekerja pada saat masuk ke materi utama bangun tiga dimensi, cara ini saya temukan cukup efektif membuat mereka “menghayalkan” bangun-bangun tersebut dalam berbagai perspektif.

“Tetris was the perfect game, it was simple to learn, you had to practise to get good and there was a good learning curve. Tetris is an excellent tool for neuroscience.” ~ Dr Richard Haier

Demikian pula dengan prinsip dasar bangun tiga dimensi di mana volume benda bergantung pada luasan alasnya dan tingginya, Sketchup cukup menarik dipakai siswa untuk benar-benar mengerti konsep tersebut.

Siswa diminta untuk membuka link permainan tetris 3D sebelumnya di rumah dan dengan posisi laptop yang “hibernate”, permainan dapat dilakukan di kelas kembali tanpa butuh jaringan internet. Sementara software Sketchup merupakan sebuah software yang hanya perlu diunduh dan diinstall sekali sebelum bisa dipakai dan menyimpan hasilnya dalam sebuah file yang dapat dibuka kembali kapan saja setelah berhasil diunduh sebelumnya.

Berikut beberapa gambar yang terekam selama “bermain” 🙂
dari michelle chenney1    dari greg jany1

IMG00826-20130206-1524    Grisel's cartoon

Sehabis bermain, tentu saja sesi belajar berlanjut dan siswa diminta untuk membuat laporan bermain tetris 3D dan menggambar ulang beberapa bangun 3D yang diberikan (Artikel selanjutnya akan membahas tentang google sketchup kegiatan di kelas).

Suatu pembelajaran yang sangat menyenangkan, belajar sambil sungguhan bermain. Komentar mereka pun beragam:
“Ini main beneran?”
“susahhhhh, tetris 2D aja, jangan 3D”
“asiiikkkk seumur-umur tidak pernah main nih di sekolah”
“seruuuuu pakai sketchup, saya jadi ngerti kenapa bisa jadi 3D”

Pasti masih banyak cara untuk menjalankan metode pembelajaran bermain ini, yang dapat dicoba ke berbagai mata pelajaran yang lain pula.

Yang Belajar Senang, Yang Mengajar Lebih Senang!
Enjoy Learning

Introduction to 3D Perspective

My grade 8 students in this semester will study about 3D perspective. The lesson started up by playing games……yesssss. What games? Tetris 3D 😀

I asked the students to bring laptop to classroom. Not everyone can bring it, of course, but I’m quite happy that most of them can. I’m still encouraging them to bring it to school because we will use another program, Google sketch up (a free software) to help students develop their three dimensional visualization ability and visual-spatial intelligence. Back to this tetris 3D activities, they sat in groups of four and play the games. Most of the students have played Tetris but not Tetris 3D 🙂

Since we have trouble connecting to the internet, so I also asked the students to had the website pre-opened at home so the page load completely and after it load, let the laptop hibernate so it can be opened quickly at school. Fortunately, for some links, the game is available as an installable software (so no internet connection will be required later on)

Some pictures taken during the activities:

 

There was an article about “What are the benefits of tetris?” posted in BBC news several years ago. It means, by doing this games, students’ brain are also trained in memory, attention, perceptual awareness, thought, language and consciousness.

“Tetris was the perfect game, it was simple to learn, you had to practise to get good and there was a good learning curve. Tetris is an excellent tool for neuroscience.” ~ Dr Richard Haier

The complete article can be read here.

Below  are some students’ reflection about doing this activities:

From Amanda:

I think that the 3D game is a really educational game, and is really helpful when studying 3D shapes. We can view the shapes in from quite a lot of angles.

While I can’t say it’s the best, I think it’s quite impressive where it helps us train our quick thinking and logic while having fun.

Even so, Tetris in 3D isn’t very easy to play. It requires a strong mind and some patience, as it may take some time to memorize the controls and shapes.

In conclusion, I believe that Tetris 3D is very helpful for study purposes, and helps train our minds into slicker and smarter ones.

From Audrey:

In total, I played the game for four times. In my first game, I did not know the controls, so I often messed up, which caused the game to end quickly, scoring a little over 700.

However, after I learnt the controls (thanks to Erlangga), I managed to score a little higher everytime I played. Starting from 3056 to 3477, and gradually growing to  4083.

During the game, I found some obstacles. For example, like I said before, I was a little unused the controls, so I often pressed the wrong button (I’m not a very good gamer, after all). Another problem is that because it is circular, I cannot see all faces of it, making it harder to see all the possibilities that fit.

I tried to overcome these problems by turning round and round quickly, before deciding where to put the shape, although this method does not come in very handy when it is near the death line. I’m still working on it though.

Although I admit that 3D Tetris is challenging, I will try my best to not give up and so to improve my 3D skills.

From Erlangga:

Tetris 3D is very fun. It helps my understand 3D shapes more, and it is not boring. It is a bit hard because I never played it before. I think that the game is very creative, and I would like to play it again in the future to improve my 3D skills.

From Louis:

I have never played Tetris before, so I am not good at it. Playing Tetris requires a smarter and more creative mind, and also lots of practice.

So all students, you did all good job….proud of you 🙂

 

snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake snowflake